Minggu, 08 Januari 2012

From Zero to Hero or From Hero to Zero

                “Tidak bahagia dengan apa yang ada dan tidak sedih dengan apa yang hilang dari perkara-perkara dunia”, itulah apa yang disampaikan oleh seorang khalifah bernama Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin yang sama sekali berbeda dengan orang-orang yang memilki kekuasaan di zaman sekarang. Ketika beliau menjabat khalifah, jumlah kekayaannya adalah empat puluh ribu dinar, namun ketika menghadap kepada Allah hanya meninggalkan empat ratus dinar. Seandainya beliau masih hidup, tentu akan semakin berkurang lagi, karena Umar bin Abdul Aziz tidak memperoleh rezeki dari baitul Mal kaum muslimin sebagaimana khalifah sebelumnya.
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah (02) ayat 112,

112. (tidak demikian) bahkan Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

                Kekayaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz justru semakin berkurang, bahkan jauh berkurang sebelum beliau menjabat khalifah dibandingkan ketika beliau menjadi khalifah, secara financial harta beliau semakin habis, kemudian memahami sosok Khulafaur Rosyidin yaitu Abu Bakar, Umar bin Khottob, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib serta sahabat-sahabat setia rosululloh seperti Abdurrahman bin Auf, Mus’ab bin Umair, Salman Al-Farisi dan sahabat-sahabat yang lain. Nampak sangat jauh berbeda ketika mereka belum masuk Islam, besarnya kekayaan mereka, hidup mewah, serba berkecukupan dari keluarga yang dihormati dan segala bentuk keutamaan dan penghormatan lainnya, akan tetapi setelah hati mereka bertaut dan terikat kuat dengan aqidah Islam justru banyak kenikmatan dan fasilitas dunia itu hilang, berganti dengan kesederhanaan dan kesusahan hidup.
                Melihat dan membaca banyaknya buku yang beredar di toko-toko buku, luar biasa banyak judul yang berhubungan dengan kiat-kiat bagaimana membuat diri kita kaya, keluarga berkecukupan secara financial, mendapatkan penghormatan manusia dan lain sebagainya mengenai kenikmatan dunia, itulah yang mereka sebut dengan sukses, perjuangan dari miskin rupiah sampai kemudian menjadi kaya rupiah itulah yang mereka namai dengan “from Zero to Hero” dalam bahasa saya dari “kere” (Miskin) manjadi “parlente” (Kaya Raya), belum lagi banyak seminar-seminar yang menawarkan menjadi kaya dan kursus-kursus menghasilkan pundi-pundi rupiah.
                Lalu bagaimana dengan mereka yang gagal, “from zero to zero” atau malah  from hero to zero” secara financial, apakah mereka orang-orang yang gagal sepenuhnya, tidak perlu dilirik, tak perlu di ajak berteman, karena kalau ingin kaya kita harus berteman dengan orang yang kaya, dan yang miskin adalah produk gagal. Itulah gambaran umum pemikiran masyarakat, bahwa yang namanya sukses itu harus kaya, jika belum kaya harta berarti belum sukses, belum punya mobil dan rumah mewah belum jadi “Hero”.
                Dilihat dari kaca mata financial, Mus’ab bin Umair cukup parah dalam hal kehilangan finansial, bayangkan seorang pemuda yang tampan, dari keluarga terhormat, pakaiannya dari kain yang terbaik, parfumnya istimewa, sehingga dari jauh Rosululloh Saw. Sudah bisa mencium bau Mus’ab bin Umair, karena hanya Mus’ab yang mampu beli parfum tersebut, gadis-gadis berebut ingin dinikahi Mus’ab, seperti selebritis masa kini. Akan tetapi ketika meninggal, Mus’ab syahid dalam pertempuran dengan tombak menancap di dada dan tangan terpotong mempertahankan panji Islam, pakaian yang Mus’ab bin Umair kenakan hanyalah kain kasar yang apabila ditutupkan ke wajah maka kakinya kelihatan dan apabila ditutupkan ke kaki maka wajahnya kelihatan, itulah harta terakhir yang dimilki Mus’ab ketika Syahid di jalan Allah.
                Apakah Mus’ab bin Umair termasuk yang dari Hero to Zero?  Dan beberapa kisah pejuang-pejuang Islam lain yang seringkali mereka harus kehilangan harta benda dan keluarga, padahal mereka adalah orang-orang yang di jamin surga, di doakan langsung oleh Rosululloh untuk jadi ahli surga, merekalah “Hero” yang sesungguhnya, berjuang dalam ringan maupun berat, memberi dikala membutuhkan, mengutamakan orang lain dibandingkan diri mereka sendiri, merekalah yang benar-benar “from Zero to Hero”, “minadzulumati ila nur” dari kegelapan menuju cahaya.
                Maka marilah kita menghargai apa yang kita miliki dalam kehidupan ini, karena tidak ada daya upaya kecuali dengan pertolongan Allah, menjalankan peran kita sebaik mungkin sebagai hamba Allah, diberi peran apa kita, kaya atau miskin, dari suku apa, di daerah dan wilayah manapun, apapun model kita, mari kita sumbangkan kebaikan di jalan Allah, berda’wah dalam kondisi apapun, kerja dimanapun kita tetaplah Da’I sebelum yang lain. Jangan biarkan dunia menguasai pikiran kita, jangan biarkan dunia menggenggam kita tapi kita yang harus menggenggam dunia, jangan biarkan kita diperbudak hawa nafsu tapi hawa nafsu yang harus kita perbudak untuk taat kepada Allah.
                Mengingat apa yang disampaikan Umar bin Abdul Aziz, Cukuplah para pemimpin dan pejabat dimasa materialisme ini, jika mereka tidak dapat bersifat zuhud, paling tidak mereka menahan diri dari ketamakan dan keserakahan serta berusaha mencari yang halal dan melawan keinginan duniawi mereka, agar mereka mencapai apa yang dirindukan Umar bin Abdul Aziz yang lebih tinggi dari dunia yaitu surga yang penuh kenikmatan. Jangan terlalu percaya diri bahwa kesuksesan yang kita miliki hari ini adalah 100% hasil usaha kita, hasil kerja keras dan hebatnya perencanaan kita saja, tapi ingatlah ada campur tangan Allah dalam kehidupan kita.
                Analogi, benarkah kita pintar karena belajar?
                Kita pintar bukan hanya karena belajar, tetapi kita pintar karena Allah memasukkan pengetahuan kepada kita, sedangkan belajar adalah ”ikhtiar” usaha kita untuk pintar, mengenai kita jadi pintar atau tidak, Allah yang menentukan, apakah ilmu tersebut manfaat atau tidak, kita punya tugas berdoa tapi tetap ingat bahwa Allah yang menentukan, karena keberhasilan-keberhasilan itu merupakan kasih sayang Allah yang di anugerahkan kepada kita. Jangan terlalu yakin bahwa semua keberhasilan itu  hanya karena kuatnya pemikiran kita dan hebatnya pengaruh kita.
                Kita bisa membeli obat yang mahal akan tetapi kita tidak bisa membeli kesehatan, kita bisa membeli rumah yang besar tapi bukan rumah tangga yang indah, maka ingatlah bahwa konsep hidup seorang Mu’min adalah mereka yakin pada apa yang Allah turunkan melalui jibril kepada Rosul-Nya, yakin dan percaya berarti menjaga diri dan berhati-hati dalam proses menuju kepada apa yang diyakini, bukan hanya sekedar kata-kata yakin.
                Mungkin terlalu ”Mbulet” membingungkan yang saya tulis di atas, misalnya kita yakin bahwa neraka dan surga itu ada, maka ketika kita masih suka minum bir, arak, dan minuman beralkohol berarti belum yakin, bialng yakin tapi masih suka jajan di luar (zina) berarti masih belum yakin, bilang percaya tapi masih suka mengambil barang milik orang lain yang bukan hak kita berarti keyakinannya palsu dan perbuatan-perbuatan lain yang dilarang Allah.
                Menuju surga Allah memang tidak mudah, karena jalannya berliku dan susah, tidak menyenangkan, menegangkan, gak asyik kata anak gaul tetapi ketika sudah sampai di tempat yang bernama surga, maka semua rasa sakit dan rasa lelah itu seketika hilang tergantikan dengan nikmat yang luar biasa tak terbayangkan. Logika kita di dunia seperti orang mendaki gunung atau petualangan menuju tempat baru yang belum pernah kita kunjungi, bagaimana setelah sampai ternya tempatnya indah, jauh lebih indah dari yang kita bayangkan, walaupun perjalanannya tadi menegangkan, hilang sudah rasa capek dan keluh kesah kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Desain dan Interior Terbaik untuk Hunian Kita.

Home Sweet Home, Rumahku adalah Surgaku, mari kita wujudkan hunian nyaman untuk keluarga.